• Layanan dan Kegiatan

    Minggu : Pkl.09.00 WIB hingga Pkl.15.00 WIB Pengembalian dan Peminjaman Buku : Senin s.d Sabtu

“ Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk kepentingan manusia menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang berlaku munkar, serta beriman kepada Allah …”
( Q.S. Al Imran : 110 )

Abad ke – 15 merupakan abad yang sudah ditetapkan, dirumuskan dan diperjuangkan oleh para ulama mujahid internasional sebagai abad kebangkitan umat Islam di dunia ini.— bukan kebangkitan Islam, sebab Islam tidak pernah mati. Gema kebangkitan umat Islam telah terdengar diseluruh penjuru dunia. Banyak orang menyerukan kebangkitan umat Islam pada abad ke – 15 sebagai kebangkitan kembali kejayaan yang telah hilang. Kejayaan peradaban dan kebudayaan yang telah membawa umat Islam mencapai zaman keemasannya melalui penguasaan ilmu pengertahuan di berbagai aspek.

Zaman keemasan Islam ( the golden ages of Islam ) dapat kita lihat pada zaman dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar – Rasyid ( 786 – 809 M ) dan putranya khalifah Al – Ma’mun ( 813 – 833 M ). Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Eropa saat itu, hampir seluruh daratan Eropa sedang mengalami masa kegelapan ( the darkness ages ). Pada masa pemerintahan kedua khalifah tersebut terjadi perubahan paradigma dari para khalifah sebelumnya. Para khalifah sebelum mereka selalu menekankan perluasan kekuasaan, sedangkan kedua khalifah tersebut menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan yang ditempuh melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Mereka sadar atas pentingnya ilmu pengetahuan sebagaimana yang diperintahkan dalam Al qur’an, diantaranya surat dan ayat pertama yang berbunyi “ Iqra “ atau “ bacalah “. Dan juga hadits nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Uda, berbunyi “ tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina sekalipun “.

Perkembangan ilmu pengetahuan saat itu dipercepat setelah khalifah Harun Ar – Rasyid mendirikan lembaga yang sesuai, yaitu perpustakaan. Mengapa perpustakaan sangat berperan dalam mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan ? Karena perpustakaan menyimpan ilmu pengetahuan dan informasi yang dikumpulkan berdasarkan maksud tertentu dan dengan tujuan yang diarahkan kepada penggunaannya. Perpustakaan menghimpun ilmu dan informasi yang diperoleh dan dilahirkan umat manusia dari masa ke masa. Ilmu dan informasi itu disampaikan kepada orang lain melalui media rekaman, salah satu media rekaman tersebut ialah buku. Perpustakaan berfungsi sebagai pengantar ilmu dan informasi kepada masyarakat yang memerlukannya.

Pada masa itu perpustakaan dijumpai dimana – mana, dengan koleksi buku yang melimpah. Begitu pula dengan pengunjung tetap perpustakaan dan pencinta buku. Buku dianggap lambang kemajuan, ibu peradaban dan kebudayaan. Hal ini menyebabkan kota Baghdad bukan saja terkenal sebagai pusat penerbitan buku tetapi juga pusat penulisan risalah ilmiah, sastra dan filsafat, sehingga tak heran Baghdad menjadi pusat peradaban dunia .
Banyaknya perpustakaan yang dapat dijumpai dan melimpahnya buku mencerminkan kesadaran masyarakat Islam saat itu terhadap ilmu pengetahuan. Maka tak heran banyak pustakawan yang lahir. Salah satu diantaranya yang terkenal ialah Muhammad Ibn Ishaq Al – Nadim. Dia menerbitkan suatu buku indeks dengan judul Al – Fihrist, yang merupakan maha karyanya. Kitab Al – Fihrist merupakan indeks buku – buku karya orang arab dan orang non arab yang ditulis dalam bahasa arab tentang semua cabang pengetahuan, disusun berdasarkan pengarang, asal –usul dan riwayat hidupnya dan negeri tempat tinggal, sejak cabang ilmu pengetahuan dikembangkan sampai tahun 987 – 988.

Perpustakaan yang termegah saat itu ialah perpustakaan Bayth Al – Hikmah, yang didirikan oleh khalifah Harun Ar – Rasyid dan mencapai puncak kejayaan pada masa anaknya, khalifah Al Ma’mun. Perpustakaan tersebut sampai pertengahan abad ke – 9, koleksinya mencapai kurang
lebih satu juta koleksi yang berisi teks berbagai ilmu pengetahuan, sastra dan filsafat dari berbagai negeri. Didalammnya terdapat sebuah ruang baca yang megah dan tempat tinggal para pekerja perpustakaan. Disamping itu, di dalam perpustakaan tersebut juga terdapat tempat
– tempat pertemuan para ilmuan untuk mengadakan diskusi – diskusi ilmiah dan tempat pengamatan bintang. Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah universitas. Perpustakaan tersebut juga berfungsi sebagai kantor penerjemahan, terutama karya – karya kedokteran, filsafat, matematika, kimia, astronomi dan ilmu alam. Buku – buku yang diterjemahkan didatangkan dari Bizantium dan tempat lainnya.

Dalam perkembangan selanjutnya hasil terjemahan tersebut dipelajari oleh ilmuan – ilmuan muslim dan dikembangkan sehingga munculah ilmu – ilmu baru. Disinilah letak sumbangan Islam terhadap ilmu dan peradaban dunia. Dalam konteks dunia Islam saat itu, perpustakaan dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu:
1. Perpustakaan Umum, yang merupakan bagian dari masjid, madrasah atau lembaga       pendidikan dan terbuka untuk umum.
2. Perpustakaan setengah umum ( semi publik ), yang hanya terbuka untuk kalangan tertentu saja. Perpustakaan jenis ini banyak dijumpai di istana atau rumah orang kaya
3. Perpustakaan Pribadi, perpustakaan milik seseorang.
Besarnya perhatian terhadap perpustakaan berlanjut sampai abad ke– 14 M. Tidak hanya kota – kota besar seperti Baghdad, Damaskus dan Kairo yang mempunyai perpustakaan besar dan kecil, kota kecil seperti Kufah, Basrah dan Najat juga memiliki banyak perpustakaan. Bahkan tampak sekali dikalangan muslim tertentu ( mentri, saudagar, bangsawan dan jenderal ) saling berlomba – lomba membangun perpustakaan pribadi. Saat itu masyarakat muslim sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan dan penghormatan setinggi – tingginya terhadap perpustakaan. Perpustakaan merupakan lembaga yang mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menyebarkan ilmu pengetahuan, sehingga menyebabkan lahirnya ilmuan – ilmuan muslim ternama di dunia sampai sekarang. 

    Sebut saja misalnya Ibnu Sina ( Avicenna ) yang ahli dalam bidang kedokteran dan terkenal dengan sebutan “ the Prince of Physician “, Jabir bin Hayyan, yang dikenal sebagai bapak Ilmu Kimia, lalu Muhammad bin Musa Al Khawarizmi, seorang matematikawan ulung dan masih banyak lagi yang lainnya.

      Kejayaan Islam tersebutlah yang harus dikembalikan sebagai titik awal kebangkitan umat Islam abad ke – 15. Hal tersebut nampaknya bukan pekerjaan yang ringan sekarang ini. Lenyapnya kekuatan umat Islam dalam ilmu pengetahuan membuat peta kekuatan ilmu pengetahuan berpindah ke tangan orang – orang barat yang mayoritas kafir itu.
    Masa kemunduran ini bermula dari datangnya tentara Mongol dibawah pimpinan Halagu Khan ke Baghdad dan menghancurkan Baghdad beserta sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan perpustakaan. Seperti yang dikatakan oleh Al Hakim Al Mustansir bahwa tentara Mongol menghancurkan Baghdad, jutaan buku dibuang ke sungai Tigris yang membentuk semacam “ jembatan mengapung ”. Lalu terjadinya Perang Salib ( 1096 – 1291) yang secara tidak langsung membuat orang – orang barat sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan dan belajar dari Islam. Mereka yang tadinya berada pada kehidupan otoritas gereja yang mengekang, merubah keadaannya dengan menggulirkan renaissance sebagai tahap awal hegemoni barat terhadap dunia. Yang terakhir adanya penjajahan yang dilakukan oleh dunia barat terhadap dunia muslim. Di samping menjajah secara fisik, mereka juga menjajah secara intelektual diantaranya dengan mengambil buku – buku penting karya para ilmuan Islam untuk dibawa, disimpan dan dipelajari di negeri mereka.

     Sampai sekarang, koleksi karya para ilmuan Islam masih dapat dilihat di perpustakaan – perpustakaan negara – negara Eropa seperti Belanda, Inggris, Spanyol, Italia, Jerman, Perancis, Denmark dan bahkan di Amerika Serikat sekalipun. Menyadari realitas sejarah tersebut, sudah sepantasnya setiap muslim mencari, menggali dan menguasai kembali ilmu pengetahuan dengan mendapat pendididkan secara utuh dan digembleng dengan sekeras – kerasnya. 

     Dalam menuntut ilmu, tidak ada jalan pintas yang dapat dilalui. Kebangkitan umat Islam tidak akanterwujud tanpa penguasaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak akan dapat berkembang tanpa adanya perpustakaan. Oleh karena itu, perpustakaan adalah salah satu elemen penting demi terwujudnya kebangkitan umat Islam di abad ke – 15 ini.

Mungkin kita akan sadar akan hal tersebut apabila kita
mendengar nasehat Dr. Mustafa Ashi Bai’ yang berbunyi :





. . . Ziarahlah ke perpustakaan sehari sekali, supaya engkau tahu
karunia akal yang Allah berikan kepadamu . . .


Sumber :
Baiquni, Ahmad. Alqur’an : ilmu pengetahuan dan teknologi. Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1994.
El Moekry, Mukhotim. Hakekat perjuangan ummat Islam menuju kebangkitan abad 15 H. Jawa Barat : Iqro Press, 1998.
Ensiklopedi Islam, 1994
Hadi, Abdul. Islam : cakrawala estetik dan budaya. Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000.
Ouldbah, Mohammad El-Mokhtar. Islamic education between tradition and modernity. ISESCO, 1998.
Ramon, Stephen. The development of Islamic library collections in
western and north America. England : Mansell Publishing, 1990.
Rusina, Sjahrizal. Pedoman penyelenggaraan perpustakaan. Jakarta : Djambatan, 2000
Watt, W. Montyonery. Islam dan peradaban dunia : pengaruh Islam atas Eropa abad pertengahan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995.
http://sunatullah.com/tulisan-artikel/perpustakaan-dan-kebangkitan-islam.html


0 komentar to "Perpustakaan dan Kebangkitan Islam"

Posting Komentar